Data Driven vs Data Informed
Data merupakan perangkat yang sangat vital bagi sebuah perusahaan, sebagaimana data merupakan sumber informasi untuk kelangsungan perusahaan. Bagaimanpun, banyak perusahaan yang tidak mengutilisasi data secara maksimal karena metode yang diterapkan kurang tepat.
Pengumpulan data dan proses analisis telah berubah dari waktu ke waktu, teknologi berevolusi secara cepat dan sekarang banyak perangkat yang bisa mengolah ratusan juta data menjadi sebuah kesimpulan mudah dipahami. Namun perlu diingat, kita tidak bisa selamanya mengandalkan mesin, di balik itu tetap dibutuhkan tenaga manusia.
Terdapat dua metode utama yang diterapkan perusahaan, data-driven dan data-informed. Mana yang lebih baik untuk diterapkan?
Baca juga: Dasar-Dasar dalam Pengambilan Keputusan Bisnis
Data-driven: data sebagai nahkoda.
Inti dari data-driven adalah dimana data sebagai nahkoda perusahaan, menjadi landasan perusahaan mengambil keputusan strategis, membuat data menjadi krusial. Mulai dari pengumpulannya, pengekstrakkannya, proses analisa dan intepretasinya harus dilakukan secara tepat.
Perusahaan dengan metode data-driven tidak hanya menerapkan metodenya untuk departemen yang berkaitan langsung dengan data dan teknologi, melainkan semua departemen di perusahaan tersebut terlibat, dan diwajibkan untuk mengintegrasi data dalam pengambilan keputusannya, membuat semua orang di masing-masing harus mumpuni bekerja dengan data.
Jim Giles, jurnalis di The Economist mengatakan perusahaan yang menerapkan budaya data-driven mengibaratkan data bagaikan DNA mereka. Secara, semua keputusan penting berlandaskan data. “Kerap kali, perusahaan pun mempertanyakan kebenaran atas keputusan yang mereka ambil, terkadang di luar nalar, terkadang di luar rencana, tetapi hal itu wajar selama keputusan yang diambil didasari oleh data.”
Peranan data semakin menguat seiring berkembanganya perusahaan. Salah satu perusahaan dengan budaya data-driven, Walmart, memiliki 10.900 ritel yang tersebar di seluruh dunia dengan kurang lebih 245 juta orang per minggu. Dari 1 juta kunjungan, Walmart mengumpulkan 2.5 petabytes data tidak terstruktur yang nantinya akan diolah hingga membantu pengambilan keputusan Walmart – bagaimana perubahan cuaca mempengaruhi pola pembelian konsumen, rekomendasi barang yang cocok untuk masing-masing konsumen.
Manfaat
Studi membuktikan penerapan data-driven dapat meningkatkan kinerja finansial perusahaan. Unit intelejen The Economist tahun 2012 menemukan kebanyakan perusahaan dengan performa terbaik menerapkan metode data-driven. MIT Center for Digital Business juga menemukan perusahaan dengan metode data-driven cenderung 4% lebih tinggi produktivitasnya dan 6% lebih tinggi profitnya.
Sejak data-driven membiarkan data sebagai nahkoda sebuah perusahaan, pengambilan keputusan tidak lagi dipengaruhi oleh manusia. Data digunakan sebagaimana adanya, dianggap sebagai fakta konkret sehingga tidak ada human error dan bias yang dapat mempengaruhi hasil analisa data. Terlebih lagi banyaknya jumlah data bukan masalah bagi perusahaan. Perusahaan tetap bisa menghemat time cost karena adanya peranti yang dapat mengolah data dan menganalisa dengan cepat.
Risiko
Penerapan data-driven secara tidak langsung menuntut perusahan mengumpulkan data dalam jumlah banyak, dan dalam kurun waktu yang singkat namun seberusaha mungkin tetap menjadikannya efektif.
Sayangnya, hal ini berpotensi menimbulkan bias dalam proses pengumpulan dan pengolahan data. Hal ini menjadi tantangan bagi perusahaan yang masih seumur jagung, di mana kapabilitasnya terbatas untuk mengelola data dalam jumlah banyak.
Terlepas dari kecanggihan peranti pengolah data, banyaknya jumlah data dapat berbuah kenihilan. Saking banyaknya, perusahaan bisa berakhir di situasi dimana peranti kesulitan menyimpulkan analisa yang tepat.
Data-informed: data sebagai tantangan
Sebaliknya, perusahaan yang menerapkan metode data-informed tidak menjadikan data sebagai nahkoda. Perusahaan melihat data dalam konteks yang sangat spesifik. Data digunakan untuk membuat hipotesis, dimana harus diuji dan dibuktikan kebenarannya.
Manfaat
Sejak data hanyalah gambaran realita yang dinamis, perusahaan yang menerapkan metode data-informed merasa “gambaran” tersebut masih perlu diuji. Perusahaan mengikutsertakan campur tangan manusia dalam pengambilan keputusan, sehingga tidak hanya mengandalkan data. Metode ini setara dengan secara otomatis, namun kehadiran pilot masih sangat dibutuhkan untuk mengendalikan situasi, dan menjaganya tidak keluar jalur.
Data-informed lebih banyak menguji keabsahan data dan merevisi data, hal ini membuka peluang semakin banyak cara data bisa digunakan, meningkatkan optimisasi data, dan paham bahwa data tidak selamanya sempurna. Validitas dan reabilitas data tergantung bagaimana proses wawancara subjek, apakah pertanyaan yang dilotarkan representatif dan dapat menjawab masalah, apakah jawaban yang diutarakan subjek merupakam sebuah kejujuran.
Risiko
Adanya campur tangan manusia dalam metode data-informed berpotensi timbulnya bias. Manusia dapat mengikutsertakan intuisinya, atau memutarbalikkan data yang sudah absah sehingga hasilnya sesuai dengan yang diinginkan.
Data Driven vs Data Informed: Conclusion
Dilansir dari davemart.in, ia melihatkan perbedaan menonjol antara data-driven dan data-informed — data-driven layaknya si pemalas, dan data-informed untuk si proaktif. Pada akhirnya, semua tergantung dengan sumber daya, objektif dan data yang dimiliki perusahaan.
Rekomendasi Artikel lainnya:
Perbedaan Data Engineer, Data Science, dan Data Analyst (Scope of Work)